RSS
Hello! Welcome to this blog. You can replace this welcome note thru Layout->Edit Html. Hope you like this nice template converted from wordpress to blogger.

FILM INDIE : ANTARA PERJUANGAN KREATIF DAN TAWARAN ALTERNATIF


PADA MULANYA Pingsan pelan-pelan tapi pasti, demikian kondisi perfilman Indonesia antara awal hingga pertengahan 90-an. Yang dimaksud disini adalah karya-karya film yang diproduksi dengan tidak asal-asalan. Berdasarkan penelitian, film Indonesia memang tidak pernah mati. Sejumlah film Indonesia masih diproduksi disaat-saat kritis itu meski bercita rasa rendah.

Disisi lain, televisi menjadi media alternatif yang mengakomodir sejumlah hal di dalam film. Sinema Elektronika atau biasa disebut Sinetron menjadi salah satu andalan program televisi. Tentunya Sinetron TV saat itu tidak seperti yang kita llihat sekarang. Dedikasi para creator sinetron pada waktu itu tidak jauh beda dengan dedikasi para pekerja film. Pola kerja dan idealisme dalam film masih digunakan meskipun medianya kini menjadi televisi dan bukan layar lebar.Ini membuat sejumlah sinetron yang lahir rata-rata memiliki kualitas tak kalah dengan film layar lebar. Salah satunya adalah sinetron Sayekti dan Hanafi yang mendapat award di Asia Pasifik Television Festival (kini diproduksi ulang dan disutradarai oleh Hanung Bramantyo). Trans media ini kemudian menjadi gelombang yang tak terbendung sehingga film praktis kehilangan eksplorasi, disamping bahan baku pita seluloid yang makin mahal harganya.

Pertengahan 90-an, sejumlah khalayak Institut Kesenian Jakarta mencoba membuat sejumlah terobosan dan eksperimen untuk keluar dari problem film saat itu. Garin Nugroho, Mira Lesmana dan Riri Riza adalah nama-nama yang mencoba membangunkan tidur film Indonesia. Dengan mengekor pola perjuangan musik indie yang bergerak lebih dulu di Indonesia, mereka berjudi dalam kondisi yang tak jelas.

Awal 2000 angin rupanya berpihak pada film Indonesia. Seiring dengan transisi politik, kran kebebasan berekspresi dibuka lebar-lebar. Makin banyak pejuang-pejuang film yang ikut bergulat membangkitkan film Indonesia secara underground. Bagaimanapun juga para investor masih harus berpikir ratusan kali untuk menyuntikkan investasinya mengingat pasar film memang belum jelas. Tapi film Petualangan Sherina yang meraup 1,5 juta penonton membuktikan bahwa pasar justru sedang menunggu penjualnya. Perlahan-lahan film Indonesia bangkit. Para investorpun meski masih dengan sangat hati-hati mulai berani berinvestasi lebih banyak lagi di film.

Seiring bangkitnya film Indonesia, gerakan film indiepun menjadi sangat fenomenal. film indie menjadi sebuah momentum bagi kaum muda sebagai sebuah ruang ekspresi yang membebaskan serta tidak dibelit dengan persoalan birokratis didalamnya. Menjadi medium yang mewakili jatidiri kaum muda; bebas serta bersemangat. Sebuah pergeseran wacana dari penonton, menjadi pembuat. Lahirnya sejumlah komunitas film di berbagai pelosok Indonesia merupakan salah satu parameter bahwa film Indonesia memang sedang menjadi wabah kreatif saat ini. Dana dan fasilitas yang terbatas bahkan pengetahuan yang kurang memadai berusaha diatasi sedemikian rupa demi sebuah produksi film.

TAWARAN

Bagaimanapun juga film indie adalah suatu ruang dimana creator menawarkan sesuatu yang dirasa baru. Cita rasa yang berbeda. Film indie bukan lagi sebatas gerakan kreatif yang berjuang secara mandiri dan swadaya. Film Indie menjadi ruang wacana alternatif bagi public yang tentu saja membutuhkan hal baru.

Sebagai sebuah tawaran ataupun wacana, benarkan film indie yang banyak diproduksi saat ini sempat melemparkan gagasan dan eksplorasinya? Sebuah pertanyaan mendasar yang nampaknya perlu dijawab sejak dini.

Jika kita lihat, produksi film indie secara kuantitas memang sangat banyak. Dari catatan yang ada, Festival Film Indiependent yang diselenggarakan SCTV tahun 2002, terkumpul 740 karya. Artinya, festival film indie ditahun-tahun berikutnya tentu lebih banyak lagi peminatnya. Permasalahannya kemudian apakah film-film tersebut menawarkan sesuatu yang baru bagi perkembangan film Indonesia? Kebanyakan, film indie tersebut ternyata masih dalam taraf belajar membuat film. Tentu saja ini menjadi suatu problem awal yang berekses sangat besar bagi tuntutan eksplorasi. Kita tahu, creator film indie biasanya memiliki sikap yang tegas dan tak peduli persoalan industri. Harga yang harus dibayar adalah tidak adanya ruang untuk menampilkan film indie tersebut. Ini rupanya justru melahirkan simpatisan-simpatisan aktif yang pada akhirnya mendukung para pekarya film indie.

Bermunculannya bioskop-bioskop alternative yang diselenggarakan kalangan kampus, lembaga dan organisasi menjadi bukti bahwa ada interaksi saling menguntungkan bagi ruang alternative tersebut. Jadi sangat disayangkan jika film indie yang ada tidak memberikan tawaran atas eksplorasi yang dihasilkan.

Eksplorasi dalam film indie mempunyai kadar yang tak terbatas. Sifatnya yang mandiri dan swadaya membuat apa yang ingin disampaikan creator bisa dengan bebas ditampilkan. Menilik hal ini, tentunya film indie mempunyai kans yang sangat besar bagi terbukanya wacana intelektual. Kebebasan eksplorasi berimbang dengan kebebasan tafsir. Kebebasan mempertanyakan sekaligus mencari jawab. Akan lahir pemahaman-pemahaman baru atas tawaran konsep, sehingga di ruangnya nanti, film indie mencetak para pengapresiasi, bukan penikmat hiburan !

0 komentar:

 
Copyright 2009 P E N C I L 2B Production's. All rights reserved.
Free WordPress Themes Presented by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy
This template is brought to you by : allblogtools.com | Blogger Templates